Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday 1 December 2010

Saya dan Harry Potter

Membaca judul di atas pasti anda akan tertawa menahan geli. Jangan kira saya juga tidak geli sewaktu menuliskannya. Membacanya seolah-olah ada romansa magis (nan najis) antara saya dan Harry (Potter), tapi tentu saja tidak. Judul di atas hanya usaha untuk mencoba sedikit centil ditulisan kali ini. Haha.

Saya penggemar setia kisah petualangan Harry Potter dan teman-temannya. Setiap kisah saya ikuti dengan seksama. Filmnya pun tidak saya lewatkan.

Awalnya saya terlambat mengenal Harry. Saat itu saya masih duduk di Kelas 2 SMP. Buku pertama yang saya beli justru buku ketiga, Harry Potter and The Prisoner of Azkaban, bukan buku pertama. Saya membacanya halaman demi halaman, tidak sampai habis. Saya bosan tidak mengerti jalan ceritanya. Saya putuskan untuk berhenti, dan meletakkan buku itu di rak buku saya yang terbawah. Tidak pernah saya sentuh lagi hingga berbulan-bulan.

Namun demi melihat animo pembaca Harry makin tinggi, saya makin jadi kembali penasaran. Saya putuskan untuk mulai dari buku pertama, Harry Potter and The Sorcerer's Stone (Harry Potter dan Batu Bertuah). Seketika saya selesai membaca buku tersebut, saat itu juga saya jatuh cinta dan memutuskan untuk membeli buku kedua Harry Potter and the Chamber of Secret.

Kecintaan saya bertambah dan saya teruskan membaca Harry Potter and the Prisoner of Azkaban sembari meminjam Buku ke empat, Harry Potter and the Goblet of Fire dari teman saya. Saat itu saya betul-betul keranjingan dan betul-betul jatuh cinta pada dunia sihir Harry. Sebegitu cintanya, saya putuskan untuk membeli sendiri buku ke empat, Harry Potter and the Goblet of Fire, sebagai bentuk apresiasi saya terhadap Harry.

Habis sudah ke empat buku yang telah terbit saya baca. Sekarang tinggal menunggu buku ke lima, Harry Potter and the Order of Phoenix. Kalau saya tidak salah, terbitnya saat saya sudah kelas 1 SMA.

Terbitnya Harry Potter kelima agak heboh, setidaknya bagi saya. Saya turut merasakan gegap gempita penggemar Harry menunggu dibukanya toko buku. Ya walaupun saat itu saya tidak ikut mengantri, tapi saya ikut mendesak-desak kakak saya mengantri dan membelikan buku tersebut. Kebetulan kota tempat tinggal saya tidak memiliki pusat buku seperti di Ibu Kota. Jadilah saya memiliki Harry Potter and The Orde of Phoenix. Dan setelah saya membaca, daftar antrian pinjaman sudah panjang. Mulai dari kakak saya sendiri, sepupu dan teman-teman. (Harusnya dulu saya mengutip bayaran ya, haha).

Dalam buku kelima ini Sirius Black yang dikenal Harry sebagai ayah Baptis-nya di buku ke tiga, mati. Terkena mantra yang diluncurkan oleh Bellatrix Lastrange-pelahap maut- membuat Sirius tidak dapat bertahan. Mengetahui kematian Sirius saat mebaca buku kelima, bukanlah suatu kejutan. Saya sudah mengetahuinya sejak Edisi Bahasa Inggrisnya diterbitkan. Hampir seluruh forum penggemar Harry membicarakannya. Namun, mengetahui bagaimana Sirius mati tentu lebih asyik.

Saat saya kelas 2 atau 3 SMA (saya lupa) buku ke enam, Harry Potter and The Half Blood Prince, terbit. Lonjakan kegembiraan seperti yang saya rasakan saat menanti buku kelima pun datang lagi. Seperti biasa, kakak saya bertindak sebagai perantara pembelian Harry Potter. (Oh sungguh saya harus berterimakasih untuk yang satu ini). Yang paling saya ingat, waktu itu bertepatan dengan Lebaran Haji, jadilah saya membawa-bawa Harry sambil menonton penyembelihan hewan Qurban. Haha.

Di buku keenam, kisah Harry bertambah suram. Setelah ditinggal oleh Sirius, Harry kembali ditinggalkan oleh penyelamatnya, Dumbledore. Jujur saja, saat mengetahui Dumbledore mati saya pun turut sedih (menitikkan air mata malah). JK Rowling benar-benar tahu cara mengaduk-aduk emosi pembacanya. Saya turut merasakan kegalauan yang dirasakan oleh dunia sihir sepeninggal penyihir terhebat mereka, Dumbledore.

Memendam perasaan berkabung, saya menanti keluarnya buku terakhir, buku ketujuh, Harry Potter and The Deathly Hallows. Saat itu saya sudah duduk dibangku kuliah, tingkat pertama kalau tidak salah. Praktis, kisah Harry sudah menemani hampir separuh masa pendidikan saya. Kali ini saya membeli sendiri buku ke tujuh, karena saya sudah tinggal dikota yang berbeda.

Buku ketujuh tidak kalah seru. Anda pasti sudah tahu jalan ceritanya, apalgi jika anda sudah menonton filmnya. Namun, justru saya merasa sangat sedih ketika selesai membaca buku terakhir ini. Saya sedih harus berpisah pada kisah-kisah petualangan Harry. Sedih bahwa tahun-tahun berikutnya tidak ada lagi kelanjutan kisah Harry yang bisa saya ikuti. Sedih. Karena tanpa saya sadari, saya sudah jatuh cinta pada dunia sihir yang diciptakan oleh JK Rowling.

Sekarang, film dari separo buku terakhir pun sudah dirilis. Tahun depan kita menyaksikan Harry berlaga untuk terkahir kali. Kisah Harry sudah berakhir, berakhir bahagia tentunya. Namun, saya sebagai pecinta, harus berpisah dengan nelangsa.

Terakhir mungkin adalah ucapan terimakasih kepada JK Rowling, yang berhasil menjadikan dunia sihir begitu ilmiah dan riil.

Saya selalu berangan-angan bahwa dunia sihir yang diceritakan oleh JK, benar adanya. Saya berkhayal JK adalah seorang muggle yang mendapat pencerahan tentang keberadaan dunia sihir. Lebih parahnya, saya juga sempat berpikir, JK itu justru seorang penyihir yang sedang ingin mensosialisasikan dunia sihir terhadap kita, para muggle, salah satu upaya kementrian Sihir menjalin hubungan dengan dunia Muggle.
Ah khayalan!

No comments:

Post a Comment